Literasi Silent Reading atau yang dikenal dengan nama LASER merupakan sebuah program pembiasaan literasi dan numerasi di SMK Negeri Bali Mandara dimana para peserta didik diwajibkan untuk membaca dalam keadaan hening selama 15 hingga 30 menit. Adapun bahan bacaan yang dibaca berupa sumber bacaan selain buku pelajaran, seperti majalah, buletin, koran, novel, dan lain sebagainya, kecuali buku pelajaran dan buku komik. Sumber bacaan ini dapat mereka peroleh di perpustakaan atau bisa juga mereka bawa dari koleksi pribadi masing-masing. Adapun tujuan pelaksanaan Literasi Silent Reading (Laser) ini adalah untuk menumbuhkembangkan minat baca warga sekolah, khususnya peserta didik. Ini penting, mengingat minat baca peserta didik di Indonesia masih tergolong sangat rendah.
Kegiatan Literasi Silent Reading (Laser) dilaksanakan setiap hari Selasa sampai dengan hari Kamis pada pagi hari dimulai pukul 07.30 – 08.00 sebelum memulai kegiatan pembelajaran di kelas. Semua peserta didik, guru dan staf SMK Negeri Bali Mandara wajib mengikuti program ini. Setiap minggu, dilakukan evaluasi dan pemantauan perkembangan program yang dilakukan oleh tim Literasi dan Numerasi dan Tim Akademik Sekolah yang membidangi program ini. Setelah sesi pelaksanaan Literasi Silent Reading (Laser), akan maju secara sukarela atau ditunjuk beberapa peserta didik yang akan memberikan ulasan terkait bahan bacaan apa yang sedang mereka bahas pada saat itu. Ini sebagai ajang untuk melatih kemampuan berbicara di depan umum (Public Speaking) sekaligus melatih mereka dalam menyimpulkan buah pemikiran.
Dilaksanakannya program Literasi Silent Reading (Laser) ini sejalan dengan tuntutan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang menghendaki di tiap sekolah dibiasakan melaksanakan program literasi. Syukurnya, program ini telah jauh dilaksanakan sejak tahun 2012 oleh SMA Negeri Bali Mandara yang kemudian juga dilanjutkan secara konsisten oleh SMK Negeri Bali Mandara sejak resmi berdiri pada tahun 2015. Bahkan, baru-baru ini, Gerakan Literasi SMK Negeri Bali Mandara dalam rupa kegiatan Literasi Silent Reading (Laser) ini menjadi objek penelitian salah seorang Guru Bahasa Indonesia di Kabupaten Buleleng guna mencapai gelar master pendidikannya. “Dalam observasi awal yang saya lakukan, ternyata hanya ada dua SMK yang rutin melakukan kegiatan literasi semacam ini, salah satunya adalah SMK Negeri Bali Mandara. Itulah yang menggiring saya melakukan penelitian di sini” jelas Luh Meilani Novita Sari, S.Pd., Guru yang melakukan penelitian tersebut. Ia pun menduplikasi kegiatan ini di sekolah tempat mengajar dan berjalan sukses.
Sebagai penunjang dalam program Literasi Silent Reading (Laser), pihak sekolah tidak hanya menyediakan berbagai jenis buku di perpustakaan, namun juga mengakomodasi dibuatnya pojok baca di beberapa tempat yang dianggap strategis. Dengan demikian, diharapkan para peserta didik, terutama yang memiliki minat baca tinggi, terakomodasi untuk mendapatkan sumber bacaan. Hanya saja, hingga saat ini pemenuhan akan jumlah sumber bacaan masih terus diupayakan oleh pihak sekolah, mengingat dari waktu ke waktu, bahan bacaan semakin bervariasi dan banyak berkembang. Selain beberapa upaya strategis di atas, di SMK Negeri Bali Mandara juga dilakukan berbagai ajang dan agenda literasi sekolah selain Silent Reading, yakni menyelenggarakan lomba-lomba literasi pada beberapa hari-hari peringatan nasional (Bulan Bahasa, Hari Pendidikan Nasional, HUT RI, dan lain-lain), mengaktifkan tim jurnalistik peserta didik, pelaksanaan Movie Night, dan beberapa kegiatan lainnya dibawah payung Gerakan Literasi Sekolah (GLS).
Student Morning Speech
Warga SMK Negeri Bali Mandara terbiasa menggunakan tiga jenis bahasa dalam pergaulan sehari-hari, yakni Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa utama, Bahasa Bali sebagai bahasa daerah dan bahasa pergaulan sehari-hari, serta Bahasa Inggris sebagai bahasa internasional. Dalam hal ini, pihak sekolah sadar bahwa kemampuan berbahasa, khususnya Bahasa Inggris menjadi sebuah hal yang wajib dimiliki untuk memudahkan seni berkomunikasi para peserta didik untuk kelak dapat terlibat dan bersaing aktif dalam masyarakat dan dunia kerja. Sejalan dengan hal tersebut, setiap pagi setelah berlangsungnya program Literasi Silent Reading (Laser), secara rutin dilaksanakan program pembiasaan kemampuan berbicara di depan umum (Public Speaking) yang dinamakan Student Morning Speech dengan membiasakan menggunakan ketiga Bahasa yaitu Bahasa Indonesia, Bahasa Bali, dan Bahasa Inggris. Student Morning Speech berlansung selama 15 hingga 30 menit. Tiap peserta didik akan mendapat giliran untuk berbicara tentang sebuah tema bebas di depan teman-temannya. Sedangkan, peserta didik lainnya mendengarkan dengan seksama untuk kemudian diminta memberikan masukan dan saran tentang penampilan temannya. Walau mengalami kesulitan pada awalnya, namun seiring perkembangan dan pembiasaan, banyak peserta didik yang mulai terbiasa dan bahkan fasih berbicara di depan umum. “Awalnya, saya tidak bisa berbahasa Inggris, berbicara di depan orang banyak pun selalu grogi. Tapi, karena “dipaksa” dan dibiasakan lewat Morning Speech, saya sekarang menjadi lebih percaya diri dan bisa mengenal banyak kosa kata baru dalam Bahasa Inggris” sebut Devon Nanda, siswa kelas XI TJKT.
Mereka yang memiliki minat mendalam dalam seni Public Speaking, kemudian diarahkan untuk bergabung dengan Public Speaking Club SMK Negeri Bali Mandara dimana mereka akan dilatih lebih lanjut oleh Tim Humas sekolah untuk memiliki kemampuan menjadi seorang Pewara, Master of Ceremony (MC), Presenter, Reporter, Moderator, maupun Penyiar atau Broadcaster yang secara rutin bertugas dalam berbagai kegiatan formal dan informal, baik di dalam dan di luar sekolah. Keberadaan Public Speaking Club ini memungkinkan para peserta didik menjadi pengisi acara dan pemandu acara dalam setiap kegiatan, mulai dari skala kecil hingga yang besar sekalipun. Menyewa jasa pihak luar, semisal event organizer pun dipandang tidak perlu dilakukan. Terbaru, para peserta didik mampu meraih tiga piala dalam lomba Pewara dan MC tingkat umum se-Kabupaten Buleleng. Bersaing dengan puluhan peserta lainnya, mereka meraih juara II dan juara III untuk kategori Pewara, serta juara II untuk kategori MC. Padahal, lawan mereka adalah para peserta level umum yang terdiri dari sesama pelajar SMA/SMK, mahasiswa, dan pekerja. Hebatnya, mereka hanya kalah dari level mahasiswa. Tahun 2019 ini, mereka kembali meraih 6 piala dalam dua perlombaan MC dan Pewara.